Perekonomian dalam negeri memberi angin segar, Rupiah membalikkan dolar

Jakarta, CNBC Indonesia – Nilai tukar Rupiah menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di tengah optimisme Bank Indonesia (BI) terhadap kondisi fundamental perekonomian Indonesia.

Melaporkan dari Refinitiv, rupiah ditutup pada Rp 15.610/US$ atau menguat 0,10% terhadap dolar AS. Posisi tersebut mematahkan tren pelemahan rupiah yang terjadi selama tiga hari berturut-turut meski masih berada di area Rp 15.600.

Sementara itu, Indeks Dolar AS (DXY) pada Kamis (5/10/2023) berada di level 106,76 atau lebih rendah 0,03% dibandingkan penutupan perdagangan Rabu (4/10/2023) yang berada di level 106,80.



Penguatan rupiah ini bertepatan dengan depresiasi DXY dan optimisme BI terhadap kondisi fundamental Indonesia.

Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Destry Damayanti mengungkapkan, sebenarnya tidak ada masalah yang bisa mempengaruhi sentimen pelaku pasar keuangan hingga rupiah masih tertekan. Ia mengatakan hal tersebut tercermin dari pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih terjaga di level 5% setelah triwulan II-2023 tumbuh sebesar 5,17%.

“Ini kondisi global, sebenarnya kita menilai di dalam negeri semuanya baik-baik saja, relatif aman, kita masih bisa tumbuh 5,17% di kuartal II, kita masih memperkirakan perekonomian akan tumbuh sepanjang tahun 2023, kita perkirakan dalam kisaran tersebut. sebesar 4,7-5,3%, tampaknya mendekati “hampir 5 persen masih dapat dicapai,” kata Destry.

Kita mempunyai perekonomian dalam negeri yang kuat, konsumsi dan investasi sudah menyumbang 90% terhadap PDB. Selain itu, belanja pemerintah yang mulai berakselerasi pada kuartal III dan kuartal IV akan lebih baik, biasanya semester II lebih baik dibandingkan semester I, kata Destry.

Oleh karena itu, ia meyakinkan BI berkomitmen untuk terus mendukung laju pertumbuhan ekonomi Indonesia melalui bauran kebijakan, serta memadukan kebijakan moneter dengan kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran.

Baca Juga  Memulai Bisnis Sukses Di Bekasi Terbaru

Untuk kebijakan moneter sendiri, ia menegaskan, bagi BI, BI-7 day reverse repo rate sebesar 5,75% sudah cukup untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, serta tingkat inflasi ke depan.

Hal ini sejalan dengan pernyataan Ekonom Bank Danamon Irman Faiz yang mengatakan rupiah masih dinilai memiliki resistensi yang lebih tinggi dibandingkan mata uang negara peers, karena faktor fundamental yang baik.

“Kita tahu inflasi dalam negeri kita jauh lebih rendah dibandingkan negara peers. Padahal, September lalu inflasi kita jauh lebih rendah dari 2,5%,” jelasnya kepada CNBC Indonesia.

Ia pun berharap BI terus melakukan triple intervensi dan menyikapi penerbitan instrumen baru, salah satunya SRBI.

Kendati demikian, kekhawatiran dan ketidakpastian masih tetap ada akibat sentimen bank sentral AS, Federal Reserve (The Fed), yang masih berpotensi menaikkan suku bunga acuan pada pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) di akhir. tahun ini.

Ketidakpastian yang muncul dari pernyataan pejabat The Fed membuat pasar heboh dan panik. Kondisi ini diperburuk dengan kenaikan FFR sebesar 25 basis poin menjadi 5,75%. Suku bunga ini setara dengan suku bunga BI sebesar 5,75%.

RISET CNBC INDONESIA

[email protected]

[Gambas:Video CNBC]

Artikel selanjutnya

Rupiah semakin menguat, semoga dollar segera terdorong ke 15.100

(putaran/putaran)


Quoted From Many Source

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *